-->
Ternyata, ada sejumput mimpi yang bisa menjadi kenyataan. Hal itu benar terjadi padaku. Sayangnya, bukan mimpi indah yang menjadi kenyataan. Melainkan mimpi buruk.
Singkatnya, beberapa hari yang lalu, aku mimpi terlambat masuk sekolah pada saat ada mapel IPS, dimana bu guru yang mengajar kayak tukang kebon, alias udah ngendon di sekolah buat nyiksa murid pagi-pagi. Aku nggak inget detilnya. Aku cuman inget kalo aku berangkat pukul 07.30 dari rumah.
Pagi ini, (atau baiknya aku tulis siang ya?). aku dibangunkan oleh gebrakan keras dipintu kamarku, dan jeritan melengking Ibuku.
“Heehhh!! Kamu nggak sekolah apa?! Liat ni, udah jam berapa?! Udah setengah tujuh!!” teriaknya. Aku masih tetep merem, soalnya ibuku emang suka teriak-teriak kayak tarzan begitu. Udah jadi hobby. Makanya aku cuek. Baru ketika beliau teriak untuk yang kedua kalinya, aku bangun. Meraba-raba ponselku yang nggak tahu ngumpet dimana, dan saat menyadari itu buang-buang waktu, aku bangkit dari tempat tidur, dan terpampanglah jam dinding di ruang keluarga, menunjukkan puku 06.20! MAMPUS!!
Aku geragapan, sembari mendengar Ibuku ngomel nggak keruan. Aku jawab seadanya dan lari ke kamar mandi. Bukan untuk mandi, tentu saja, cuman buat cuci muka dan gosok gigi.*Aku ngga perduli dibilang jorok!* didalam kamar mandi, aku mencoba mengumpulkan semua nyawaku yang masih diawang-awang, untuk mengingat-ingat, hari apa ini sebetulnya, dan mapel apa yang bakal aku temui pagi ini. Dan barulah aku ingat. Ini adalah hari Kamis, dimana bu guru sudah memberi tahu kami sebelumnya, bahwa kami akan mengadakan sesi ulangan pagi ini. MAMPUS DUA KALI!!
Yang pertama. Tentu karena, hellloooo~~ ini udah jam setengah tujuh, dan beliau sudah duduk manis didalam kelasku saat jam dinding menunjukkan pukul 06.45, dan aku sudah telat secara mutlak!(butuh waktu 30-35 menit dengan catatan naik motor ngebut kayak orang kesetanan untuk sampai disekolahku yang jaraknya sekitar 25-30 km *aku sama sekali nggak pintar mengira-ngira*)
Yang kedua, tentu aja karena judulnya adalah ‘ULANGAN HARIAN’ itu tadi. Aku sama sekali nggak belajar, karena lagi-lagi semalam lampu mati. Well, bukan itu sih alasan yang sebenernya, meskipun soal mati lampu itu aku nggak bohong.
Setelah selesai dengan acara cuci muka dan gosok gigi kilat, aku segera lari lagi ke kamarku. Dan OMIGOD!! Tentu aja masih ada masalah yang lebih besar lagi menanti. AKU BELOM SETRIKA BAJU SERAGAMKUUUUUUU!! MAMPUS TIGA KALI!! Aku memang paling males kalo udah ketemu sama yang namanya nyuci baju dan apalagi setrika, jadi aku bakalan menyiksa diriku setiap pagi untuk setrika baju seragam yang akan kupakai hari itu. Dan, waktu aku dengan suksesnya bengong mendapati bajuku yang tergeletak di atas tumpukan baju-bajuku yang belom aku setrika, ibuku bertanya, “Seragammu belom disetrika?” aduh Tuhan. Otakku nggak bisa buat mikir. Biasanya, aku paling pinter ngeles, tapi dengan keadaan super duper shock begitu, aku nggak yakin kemampuanku ngeles bisa diandalkan.
Jadi sekenanya saja aku menjawab, “Hari ini aku pakai seragam bengkel, kok.” Nah kan, jawaban ini sebenernya cukup cemerlang, andai saja seharian kemaren aku nggak pakai baju itu.
“Tau seragam mau dipakai lagi kok seharian dipakai main? Hah? Dasar jorok kamu!” doeng. Aku pasrah sajalah dengan makian itu.
Terus aku segera ganti baju, dan menemukan rok seragam yang aku nemu didalam lemari koztku*Aku udah nanya kesana kemari itu rok siapa, tapi nggak ada yang mau ngaku, dan nggak ada juga yang mengenyahkan rok itu dari lemariku, akhirnya, rok itu aku nobatkan sebagai rok milikku!* ternyata, rok itu ada manfaatnya juga. Tapi baian pinggangnya kebesaran! Dan sialnya, aku nggak bisa menemukan ikat pinggangku dimanapun! Uuughh… aku putuskan untuk mencari pinjaman saja nanti. Yang terpenting sekarang adalah berangkat sekolah dulu!
Aku mengambil buku-buku pelajaranku dari lemari belajar, dan memasukkan mereka secara paksa kedalam tasku. Ini juga adalah salah satu kebiasaan jelekku. Aku nggak pernah menata buku-bukuku pada saat malam hari sebelom tidur, supaya besoknya aku nggak kelimpungan. Dan dari sini, juga pasti sudah pada tahu kalo aku nggak pernah belajar. Kecuali buku-bukuitu sudah berserakan di meja atau memang sudah menjadi penghuni tetap tas sekolahku.
Saat aku nyari kaos kakiku di rak penyimpanan, aku juga nggak bisa nemu benda itu dimanapun. Ya ampunn! Kacau! Akhirya aku pakai kaos kaki warna krem, dan nggak perduli kalopun nanti kalo ketahuan guru bakal diomelin ataupun itu kaos kaki bakalan disita, gimanapun, alasan bisa dikarang nanti.
Aku keluar kamar, dengan keadaan masih supper berantakan, dan berangkat sekolah. Aku lihat bayangan wajahku dari kaca spion. Sumpah mataku masih bengep. Mata orang baru bangun tidur. Sebodo amat sama tampangku!
Ayahku mengingatkan, “Jangan ngebut-ngebut dengan pikiran kacau karena terlambat. Santai saja, karena salahmu sendiri bangun kesiangan.” Ceramahan yang bagus dan tentu saja mengena kedalam hati. Euh! Oke, daddy, perlu diketahui, daku bukan orang seperti itu.
Di jalan, aku berpikir bagaimana aku nanti beralasan pada bu guru saat ditanya kenapa aku telat. Aku bahakan udah latihan ngomong juga! Dan nemu alasan yang terserah kalo mau dianggap klise, *Saat terlambat, semua alasan bakal jadi sangat klise. Dan yang paling penting, gimana dengan seragamku. Bu guru nggak bakal ngizinin aku masuk kelas dengan dandanan kayak orang sinting begitu. Hanya ada satu jalan yang harus aku tempuh.
Dan, aku juga berpikir, aku beneran tidur pulas ternyata. Soalnya aku bahkan sama sekali nggak mimpi semalaman. Mengingat-ingat soal nggak mimpi, aku jadi ingat kata-kata Lindri, “Orang yang nggak mimpi, menandakan bahwa dia akan mati!” nah lo! Aku yang nyetir dan kesiangan, inget omongan begitu jadi makin senewen. Gimana kalo hal itu bener? Ah, omongan tentang hal kayak begitu, emang kadang muncul disaat-saat nggak tepat. Sugesti yang buruk.
Begitu sampai di jembatan lama, aku melihat jam yang ada ditugu. Jam 07.10. alamat bakalan kena damprat. Aku berharap, moga aja yang dapat giliran ulangan pertama itu anak-anak absensi 1-20. Seenggaknya, aku bakal diselamatkan keadaan. Tapi, kenyataan bicara lain. Pas aku sampai di jalan sekitar gerbang barat, kelasku sepi. Itu berarti ulangan bersama. MAMPUS EMPAT KALI!
Aku segera membelokkan motorku ke V38, eks base camp Montana, alias mantan koztku. Dan, pemilik kozt baru, memasang tulisan ‘DILARANG MENITIPKAN BARANG, MAPUN MOTOR, SELAIN PENGHUNI KOZT.’ Persetan dengan larangan itu. Toh itu bisa disiasati. Aku menggedor-gedor pintu depan dengan kalap. Dan memanggil-manggil nama salah satu adik (eks) koztku.
Dan, mungkin itu adalah salah satu keberuntunganku. Mbak Nan, (eks) mbak koztku yang bukain pintu. Dia udah dandan rapi, mau berangkat ke kampus. “Mbaaaaakk!! Mana Dewi?” tanyaku panik. “Eh, ya itu ada di kamar. Aku segera menuju kamar yang dulunya adalah kamarku, yang sekarang sudah pindah kuasa ke tangan Dewi. Tapi buru-buru Mbak Nan teriak,
“Dek, Dewi tidur dikamarku.” Aku berbalik menuju kamar Mbak Nan, yang berada tepat diseberang (eks) kamarku. Aku lihat si Dewi masih asyik tiduran, dan dengan menanggalkan rasa sungkan, aku hampiri dia dan aku teriaki sambil menggoncang badannya, (Sorry ya adekku sayang!)
“Wi.. Wi, bangun Wi..” penggilku. Dia nggak bereaksi.
“Wi, buruan bangun, aku mau minta tolong!” aku maksa. Si Dewi dengan enggan bangun, dan dia bangun dengan tampang Bete mau nyakar orang. *Hahahahaha. Maap yak!!
“Apa mbak?” tanyanya. Aku langsung nunjuk bajuku. “Salah kostum, aku pinjam kemeja seragammu, kamu masuk siang kan?” tanyaku. Dia mengangguk, lalu bangun untuk mengambilkan baju. Terus aku buka jaket dan segera melepas atasan seragam kerjaku. Dewi datang nyodorin kemejanya, dan langsung aku pakai.
“Ntar, pas pulang, aku bakalan cepet-cepet kesini,” kataku. Mbak Nan yang sedari tadi berdiri diambang pintu natapin aku kayak aku ini orang gila. Lalu aku nyengir, “Mbak, aku nitip jaket, baju, helm sama HP ya! Ntar aku kesini lagi.” Kataku. “Iya dek,” jawabnya sambil nyengir. Lalu mbak Nan bilang mau pinjem motorku buat ngampus. Yaudah, aku serahin aja. Jadi aku nggak perlu repot berurusan sama satpam sialan disekolahku.
Aku masuk lewat gerbang BC. Dan keadaan udah sepi. mana gara-gara rok nya kebesaran dan kemejanya agak kecil, kemeja itu keluar terus, dandananku jadi mirip anak selengekan. Aku lewat koridor kelas MM2 dengan perasaan was-was. Dan keliatan, temen-temen sekelasku udah pada khusuk ngerjain ulangan. Aku ngetuk pintu dan masuk untuk menaruh tas dan tentu aja untuk mendengar bu guru memintaku untuk ke ruang guru ambil surat izin masuk kelas. Hhhhh~~
Aku lari ke ruang guru. Dan bu guru *Yang aku nggak tahu siapa namanya* yang menjaga, adalah bu guru yang selalu aku temui setiap aku telat pada hari Kamis. Beliau nanya-nanya yang setengahnya ngomel kenapa aku telat. Dan pas aku mau nulis surat izin, nggak ada bolpoin disana. Tahu nggak, bu guru bilang apa?
“Ya udah anbil dulu sana!” nggak tahu deh, orang ini sadar apa nggak ngomong begitu.
“Yah, Bu. Nanti saya dimarahin.” Jawabku memelas.
“Tas kamu mana?” tanyanya. “Sudah saya taruh dikelas, Bu.” Jawabku.
“Yaudah ambil saja.” Sumpah. Aku beneran ngerasa pengen nangis. Juga pengen nimpuk itu bu guru pakek penggaris besi gede yang ada di depannya. Sialan banget ni orang! Aku menoleh pada sati-satunya guru lain yang ada diruangan itu. Mrs. K. guru biologi. Aku merengek.
“Mrs. K, tolong pinjami saya bolpoin bu, tolong.” Mohonku. Dan, tahu nggak reaksi macam apa yang beliau tunjukkan? CUEK. That’s so D*mn F*ck! Aku udah memohon dengan segala kerendahan diriku, dan itu yang dia lakukan padaku?! BAGUS BANGET!
Akhirnya aku balik mohon-mohon lagi sama guru piket tadi. Dan jawabannya sama. Aku dengan nahan segala keinginanku untuk teriak dan memaki Mrs. K, datang dan memohon sekali lagi, “Ya ampun, tolong Mrs. K. pinjami saya bolpoin.”
Beliau melirikku sinis. Lalu beralih dari layar komputer sambil menggerutu, “udah minjam, kok maksa!” jleb. Gimana bisa aku nggak menganggapnya sialan kalo tingkahnya begini? Lalu beliau menyodorkan bolpoinnya. Aku segera nulis, minta tanda tangan dan mengembalikan bolpoin Mrs.K yang berharga. “Terima kasih, Mrs.K!” ujarku lalu berpamitan dengan guru piket.
Aku sama sekali nggak perduli dengan tanggapan semua orang terhadap sikapku setelah ini. Sumpah. Aku sakit hati banget sama kelakuan Mrs. K. aku nggak nyangka dia itu lebih minta digorok jika dibandingkan dengan Mrs. N! aku nggak akan lupa dengan ‘JASA’nya yang sudah ‘Berbaik hati’ meminjamiku bolpoin dengan menggerutu dan nggak iklas. Tapi, aku juga nggak akan pernah lupa sama apa yang aku rasakan terhadap sikapnya yang seperti itu. You’ll see later. I’ll take revenge against you! Remember that you D*amn F*ckin teacher!!
Aku kembali kekelas, dan menyerahkan surat izin itu. Lalu duduk di bangkuku. Phika-Chu bertanya, “Kemana aja jam segini baru nyampe’?” aku melirik jam dinding kelas. Pikul 07.25. aku nyengir. “Kesiangan,” jawabku. Dan masalah nggak selesai sampai disitu. Loose leaf-ku nggak ada ditempat dan bolpoinku, habis! Aku baru ingat! Untung Neko-Chan cepat tanggap dan meminjamiku serta menyodorkan selembar loose leaf dari bindernya untukku. Makasih banget yak!! :D
Makasih juga buat Phika-Chu yang udah kasih contekan. Chunnie juga! Makasih yak!! Love you! :*
Oh ya. Neko-Chan baru SMS. Katanya baru jatuh. Jadi besok nggak masuk. Get well soon yak!! Phika-chu juga kirim SMS mengenai jatuhnya Neko-Chan. Tapi SMS-nya ngeri, dia ngancam aku kalo sampai aku nggak masuk! Hahahahaha. Soalnya besok adalah 3Jam neraka bersama Mrs.T dalam pelajaran Matematika. Moga aja nggak ada hal burul lain.
0 komentar:
Posting Komentar